Pedoman Media Siber

 

Pedoman Media Siber

Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Keberadaan media siber di Indonesia juga merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.

Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi pers, pengelola media siber, dan masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaan Media Siber sebagai berikut:

1. Ruang Lingkup

Media Siber adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana Internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content) adalah segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media siber, antara lain, artikel, gambar, komentar, suara, video dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.

2. Verifikasi dan keberimbangan berita

  1. Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi.
  2. Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan.
  3. Ketentuan dalam butir (a) di atas dikecualikan, dengan syarat:
    1. Berita benar-benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
    2. Sumber berita yang pertama adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
    3. Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
    4. Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.
  4. Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.

3. Isi Buatan Pengguna (User Generated Content)

  1. Media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai Isi Buatan Pengguna yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yang ditempatkan secara terang dan jelas.
  2. Media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan registrasi keanggotaan dan melakukan proses log-in terlebih dahulu untuk dapat mempublikasikan semua bentuk Isi Buatan Pengguna. Ketentuan mengenai log-in akan diatur lebih lanjut.
  3. Dalam registrasi tersebut, media siber mewajibkan pengguna memberi persetujuan tertulis bahwa Isi Buatan Pengguna yang dipublikasikan:
    1. Tidak memuat isi bohong, fitnah, sadis dan cabul;
    2. Tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan kekerasan;
    3. Tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.
  4. Media siber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit atau menghapus Isi Buatan Pengguna yang bertentangan dengan butir (c). Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan Isi Buatan Pengguna yang dinilai melanggar ketentuan pada butir (c). Mekanisme tersebut harus disediakan di tempat yang dengan mudah dapat diakses pengguna.
  5. Media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan tindakan koreksi setiap Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan dan melanggar ketentuan butir (c), sesegera mungkin secara proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah pengaduan diterima.
  6. Media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (a), (b), (c), dan (f) tidak dibebani tanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada butir (c).
  7. Media siber bertanggung jawab atas Isi Buatan Pengguna yang dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas waktu sebagaimana tersebut pada butir (f).

4. Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab

  1. Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
  2. Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
  3. Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
  4. Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
    1. Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
    2. Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
    3. Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
  5. Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).

5. Pencabutan Berita

  1. Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.
  2. Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang telah dicabut.
  3. Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik.

6. Iklan

  1. Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk berita dan iklan.
  2. Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan atau isi berbayar wajib mencantumkan keterangan “advertorial”, “iklan”, “ads”, “sponsored”, atau kata lain yang menjelaskan bahwa berita/artikel/isi tersebut adalah iklan.

7. Hak Cipta

Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Pencatuman Pedoman

Media siber wajib mencantumkan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini di medianya secara terang dan jelas.

9. Sengketa

Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan Pedoman Pemberitaan Media Siber ini diselesaikan oleh Dewan Pers.

 

Kebijakan Pemberitaan

Berita adalah peristiwa atau kejadian yang aktual, menarik, dan bermanfaat bagi pembacanya.

Aktual: Berita yang tersaji merupakan peristiwa yang baru saja terjadi, masih menjadi pembicaraan di masyarakat, belum disela media online serupa, menyangkut kepentingan masyarakat luas.

Menarik: Materi yang dipublikasi mengandung unsur luar biasa baik peristiwa maupun dampaknya, mengandung unsur pertentangan, human interes atau sisi-sisi kemanusiaan, kedekatan suatu peristiwa dengan pembaca atau audience.

Bermanfaat: Sebelum sebuah berita atau laporan diturunkan/dipublikasikan, redaksi senantiasa harus bertanya pada dirinya manfaat apa yang diperoleh pembaca atas tulisan yang disajikan.

Manfaat dimaksud adalah:

Pembaca lebih tahu keadaan atau terpenuhi rasa ingin tahunya.
Berguna bagi profesi atau kehidupannya. Pikiran dan imajinasinya terangsang untuk melakukan hal-hal baru. Merasa senang atau terhibur.Terisi waktu luangnya dengan baik.

Rambu-rambu Pemberitaan:

Rambu internal. Ini kewenangan direksi yang berkaitan dengan kepentingan/kebijakan media atau kepentingan tertentu dari direksi

Rambu Etika. Artinya semua pemberitaan atau laporan yang berkaitan dengan kode etik jurnalistik. Jangan sampai materi yang dipublikasi ada celah pelanggaran kode etik. Misalnya, berita tidak balance atau seimbang, konfirmasi tidak proporsional, dsb.

Rambu hukum. Ini artinya semua berita atau laporan tidak melanggar rambu hukum. Misalnya, pencemaran nama baik, character assassination (pembunuhan karakter), trial by the press atau peradilan/hukuman oleh media.

Garis Besar Isi Meliputi:

Informasi yang menyangkut/mencederai rasa keadilan masyarakat. Misalnya, anggota masyarakat yang diperlakukan secara tidak adil di mata hukum. Kasus korupsi, kesewenang-wenangan aparat/pejabat/pemegang kekuasaan, penyalahgunaan wewenang, dsb. Baik di lingkup lokal, regional, nasional, internasional. Informasi mengenai isu-isu nasional yang menarik. Informasi tentang Pendidikan, Kampus, Iptek, olahraga, ekonomi, budaya, politik, profil usaha, profil tokoh regional, nasional, internasional, hiburan, laporan objek wisata, dsb. Informasi/mendalam (indikasinya banyak sumber dan komprehensip) maupun laporan investigasi (laporan atau berita yang datanya diperoleh melalui penyelidikan).

Arah Media

Sebagai media yang dijadikan referensi bagi pembaca, utamanya berkaitan masalah-masalah sosial budaya, ekonomi, politik, hukum, keamanan, olah raga. Melalui kerja sama dengan pihak ketiga, diharapkan media ini juga menghasilkan keuntungan finansial lewat pemasangan iklan maupun sponsorship.
Pembagian porsi isi media diusulkan 60 persen persoalan umum dan 40 persen materi yang berkaitan dengan muatan kearifan lokal.

 

DEWANPERS

PERATURAN DEWAN PERS NOMOR: I /PERATURAN-DP/II/2019

TENTANG PEDOMAN PEMBERITAAN RAMAH ANAK

Menimbang :

bahwa anak merupakan tunas, potensi dan generasi muda penerus cita–cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri dan sifat khusus sehingga perlu melindungi harkat dan martabat anak;
bahwa peran serta wartawan Indonesia dalam melindungi harkat dan martabat anak adalah menjaga segala bentuk pemberitaan negatif tentang anak dengan tetap menjaga kemerdekaan pers dan mengembangkan pers yang profesional dan bertanggunjawab;
bahwa perlu ditetapkan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak bagi sebagai panduan bagi wartawan Indonesia dan organisasi pers dalam menjalankan kegiatan jurnalistik yang berkaitan dengan pemberitaan ramah anak;

Mengingat :

Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 15 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;
Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;
Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
Pasal 19 dan Pasal 97 Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14/M Tahun 2016 tentang keanggotaan Dewan Pers periode tahun 2016-2019;
Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor: 03/SK-DP/III/2006 Tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers;

Memperhatikan :

1.Nota Kesepahaman antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dengan Dewan Pers Nomor 4/set/KPP-PA/DV/02/2019 dan Nomor 02/DP/MOU/II/2019 tanggal 9 Februari 2019.

Hasil Focus Group Discussion pada tanggal 17 November 2018, 29 November 2018, 13 Desember 2018, Uji Publik pada tanggal 19 Desember 2018, rapat tim perumus pada tanggal 19 Januari 2019 dan Uji Publik kedua pada tanggal 23 Januari 2019 di Jakarta.
Keputusan Sidang Pleno Dewan Pers pada hari Kamis tanggal 7 Februari 2019 untuk mengesahkan draft Pedoman Pemberitaan Ramah Anak menjadi Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.
Memutuskan:

Menetapkan: PERATURAN DEWAN PERS TENTANG PEDOMAN PEMBERITAAN RAMAH ANAK

KESATU : Mengesahkan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Dewan Pers ini.

KEDUA : Peraturan Dewan Pers ini berlaku pada ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Februari 2019

Dewan Pers,

Yosep Adi Prasetyo

Ketua

LAMPIRAN: PERATURAN DEWAN PERS NOMOR: 1 / PERATURAN–DP/II/2019 TENTANG PEDOMAN PEMBERITAAN RAMAH ANAK

PEDOMAN PEMBERITAAN RAMAH ANAK Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, karena itu berhak mendapatkan perlindungan. Selain itu, anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi dari pemberitaan negatif agar mereka dapat tumbuh dengan wajar, hidup dalam lingkungan yang kondusif, dapat berkembang normal secara jasmani maupun rohani, untuk dapat mencapai kedewasaan yang sehat, demi kepentingan terbaik bagi anak.

Mencermati pemberitaan yang terkait dengan anak di tanah air, seringkali anak justru menjadi korban, obyek eksploitasi dan diungkapkan identitasnya antara lain wajah, inisial, nama, alamat, dan sekolah secara sengaja ataupun tidak sengaja sehingga anak tidak terlindungi secara baik. Bahasa pemberitaan terkait anak terkadang menggunakan bahasa yang kasar dan vulgar. Media penyiaran juga kerap menampilkan sosok anak yang disamarkan menggunakan topeng atau diblur wajahnya namun masih bisa dikenali ciri–cirinya.

Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak dan membuat Undang Undang yang melindungi hak anak dalam hal ini Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang–Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Namun terdapat perbedaan dalam pengaturan batasan usia terkait perlindungan anak. Antara lain dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (16 th), Kode Etik Jurnalistik (16 th), Undang-Undang Perlindungan Anak (18 th) dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (18 th) dengan Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (21 th), dan UU Administrasi Kependudukan (17th).

Oleh karena itu komunitas pers Indonesia yang terdiri dari wartawan, perusahaan pers dan organisasi pers bersepakat, membuat suatu Pedoman Penulisan Ramah Anak yang akan menjadi panduan dalam melakukan kegiatan jurnalistik. Wartawan Indonesia menyadari pemberitaan tentang anak harus dikelola secara bijaksana dan tidak eksploitatif, tentang suatu peristiwa yang perlu diketahui publik

Pemberitaan Ramah Anak ini dimaksudkan untuk mendorong komunitas pers menghasilkan berita yang bernuansa positif, berempati dan bertujuan melindungi hak, harkat dan martabat anak, anak yang terlibat persoalan hukum ataupun tidak; baik anak sebagai pelaku, saksi atau korban.

Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang disepakati menggunakan batasan seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, baik masih hidup maupun meninggal dunia, menikah atau belum menikah.

Identitas Anak yang harus dilindungi adalah semua data dan informasi yang menyangkut anak yang memudahkan orang lain untuk mengetahui anak seperti nama, foto, gambar, nama kakak/adik, orangtua, paman/ bibi, kakek/nenek dan tidak menyebut keterangan pendukung amat rumah, alamat desa, sekolah, perkumpulan/klub yang diikuti, dan benda–benda khusus yang mencirikan sang anak.

Adapun rincian Pedoman Pemberitaan Ramah Anak adalah sebagai berikut:

Wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya.

Wartawan memberitakan secara faktual dengan kalimat/narasi/visual/ audio yang bernuansa positif, empati, dan/atau tidak membuat deskripsi/rekonstruksi peristiwa yang bersifat seksual dan sadistis.

Wartawan tidak mencari atau menggali informasi mengenai hal-hal di luar kapasitas anak untuk menjawabnya seperti peristiwa kematian, perceraian, perselingkuhan orangtuanya dan/atau keluarga, serta kekerasan atau kejahatan, konflik dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.

Wartawan dapat mengambil visual untuk melengkapi informasi tentang peristiwa anak terkait persoalan hukum, namun tidak menyiarkan visual dan audio identitas atau asosiasi identitas anak.

Wartawan dalam membuat berita yang bernuansa positif, prestasi, atau pencapaian, mempertimbangkan dampak psikologis anak dan efek negatif pemberitaan yang berlebihan.

Wartawan tidak menggali informasi dan tidak memberitakan keberadaan anak yang berada dalam perlindungan LPSK.

Wartawan tidak mewawancarai saksi anak dalam kasus yang pelaku kejahatannya belum ditangkap/ditahan.

Wartawan menghindari pengungkapan identitas pelaku kejahatan seksual yang mengaitkan hubungan darah/keluarga antara korban anak dengan pelaku. Apabila sudah diberitakan, maka wartawan segera menghentikan pengungkapan identitas anak. Khusus untuk media siber, berita yang menyebutkan identitas dan sudah dimuat, diedit ulang agar identitas anak tersebut tidak terungkapkan.

Dalam hal berita anak hilang atau disandera diperbolehkan mengungkapkan identitas anak, tapi apabila kemudian diketahui keberadaannya, maka dalam pemberitaan berikutnya, segala identitas anak tidak boleh dipublikasikan dan pemberitaan sebelumnya dihapuskan.

Wartawan tidak memberitakan identitas anak yang dilibatkan oleh orang dewasa dalam kegiatan yang terkait kegiatan politik dan yang mengandung SARA.

Wartawan tidak memberitakan tentang anak dengan menggunakan materi (video/foto/status/audio) hanya dari media sosial.

Dalam peradilan anak, wartawan menghormati ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.Penilaian akhir atas sengketa pelaksanaan Pedoman ini diselesaikan oleh Dewan Pers, sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Peraturan-Peraturan Dewan Pers yang berlaku.